Nusa Tenggara, Potretntb.com -- Pembangunan merupakan agenda yang selalu menjadi prioritas bagi suatu negara dari kemauan penyelenggara negara yang disebut sebagai pemerintah. Pemerintah yang baik (good governance) adalah pemerintah yang selalu menjalankan tugas, peran, fungsi, dan tanggung jawabnya dengan baik pula.
United Nation Development Program (UNDP) atau lembaga PBB untuk pengembangan negara-negara di dunia memberikan pemaknaan tentang tata kelola pemerintahan yang baik sebagai suatu tanggung jawab dari kewenangan ekonomi, kewenangan administrasi, dan kewenangan politik untuk mengatur masalah-masalah sosial negara tersebut.
Beberapa pemaknaan mengenai good governance yang dikemukakan di atas telah memberikan pengertian bahwa: (1) terlihat tiga sektor utama dari kewenangan pemerintah yang kemudian digunakan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat; dan (2) dalam tata kelola pemerintah yang baik akan menghindari kesalahan dalam alokasi dana pembangunan (kekuatan ekonomi negara). Termasuk penanggulangan dini tindak pidana yang menyimpang dari pemerintah, seperti korupsi. Good governance juga akan menjalankan anggaran secara disiplin sehingga segala kepentingan rakyat dapat terealisasi dengan baik.
Logika tata kelola dari pemerintah yang baik untuk suatu negara mesti turun sampai ke tata kelola pemerintahan di sebuah desa. Apalagi di era pemerintah saat ini bahwa ada program Dana Desa yang harus dikelola oleh struktur pemerintah yang good governance.
Dana Desa!
Sebagaimana bunyi Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya, negara membuat pertimbangan pada undang-undang yang sama bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Dengan menggunakan pendekatan yang dimaksud inilah negara dengan segala kebijakannya mengeluarkan program yang bernama Dana Desa sebagai upaya melancarkan pembangunan dalam lingkup desa secara langsung dengan memafaatkan keuangan negara yang ada dan kemudian akan dikelola oleh pemerintah desa. Mekanismenya, dana desa itu akan diberikan pemerintah pusat lewat pemerintah daerah, dan kemudian diserahkan ke pemerintah desa untuk menerima dananya.
Pada Pasal 2 dan 3 Undang-Undang tentang Desa secara eksplisit menjelaskan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Mulai awal 2015, setiap desa (di Indoenesia) mendapatkan sumber anggaran baru yakni dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap desa akan mengelola tambahan anggaran berupa dana desa yang akan diterima bertahap. Diterima secara bertahap yakni setiap tahun ada anggaran yang dikeluarkan untuk desa-desa yang ada.
Pembagian dana desa ini dihitung berdasarkan empat faktor, yakni jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan kesulitan geografis. Makin banyak jumlah penduduk, besar luas wilayah, tinggi angka kemiskinan, dan terlalu sulitnya jangkauan terhadap desa itu, makin banyak pula dana desa yang akan diterima.
Dana desa, menurut Undang-Undang Desa, didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN dialokasikan secara berkeadilan berdasarkan alokasi dasar, dan alokasi yang dihitung memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota.
Dalam perjalananya, dana desa diketahui pemerintah sudah mengucurkan dana desa sebanyak Rp127,74 triliun sejak pertama kali digelontorkan pada 2015. Ada 74.910 desa yang sudah menerima dana tersebut, dengan rincian pada sebesar Rp20,76 triliun (2015), Rp49,98 triliun (2016), dan Rp60 triliun (2017).
Presiden Jokowi mengatakan setiap desa pada tahun pertama kira-kira dapat Rp300 juta, tahun kedua Rp600 juta, tahun ketiga Rp800 juta, dan seterusnya. Dan sekarang sudah masuk 2021 yang merupakan periode kedua masa kepemimpinan Jokowi sebagai presiden RI. Dana desa tentu masih berjalan. Secara keseluruhan, dana desa sudah 7 kali diberikan, yakni 2108, 2019, 2020, 2021 ditambah 3 tahun sebelumnya.
Persoalan dana desa yang dikelola pemerintah desa wajib juga diketahui oleh masyarakat sebagai bentuk keterbukaan, transparansi sebagaimana dipertegas dalam UU Desa pada Pasal 68 (1) bahwa Masyarakat Desa berhak: (a) meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; (b) memperoleh pelayanan yang sama dan adil; dan (c) menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Oleh sebab itu, ada masyarakat yang mengkritisi, memberikan masukan, saran terkait penggunaannya, maka itu merupakan upaya masyarakat untuk menjalankan aturan dan haknya yang sudah diatur dalam konstitusi (undang-undang). Selain itu, masyarakat dengan penuh kesadaran sedang menjalankan prinsip dan nilai-nilai berdemokrasi dengan memberikan kebebasan bersuara dan berpendapat.
Harus Diapakan?
Dana desa yang diberikan negara kepada desa lewat pemerintah desanya tentu tidak berikan begitu saja tanpa punya tujuan. Negara memiliki tujuan yang kemudian bisa menjadi pedoman bagi pemerintah desa dalam menggunakan dana tersebut. Hal itu dilakukan agar pertanyaan harus diapakan ini dapat terjawab dengan didukung bukti nyata yang bisa dilihat dan pula dirasakan.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah membuka sebuah era baru dalam pembangunan di Indonesia. Undang-undang ini memberikan peluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan desa.
Dana desa sesuai dengan UU Desa bisa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Hal itu bertujuan sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis. Dengan adanya dana tersebut, desa dapat menciptakan pembangunan dan pemberdayaan desa menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Namun, yang selalu menjadi permasalahan dalam pengelolaannya oleh pemerintah desa di berbagai tempat sangat bermacam-macam berdasarkan laporan-laporan lisan dari masyarakat di setiap desa. Permasalahan-permasalahan itu seperti: (1) tidak adanya keterbukaan (transparansi anggaran sampai pada tahap pelaporan) kepada masyarakat; (2) ketidakjelasan pembangunan yang dilakukan pemerintah desa; (3) ketidaksesuaian antara pelaporan penggunaan keuangan dengan bukti fisik pembangunan infrastruktur (laporan keuangannya habis digunakan, tetapi infrastruktur tidak selesai dibangun); dan sebagainya.
Temuan Dedy Setiono (2017) dalam artikelnya bahwa beberapa contoh kasus seperti di Desa Tahalupu, Kecamatan Waesala, Kabupaten Seram Bagian Barat, tiga desa di Desa Penggembur, Desa Mujur di Lomboik Tengah, di Aceh dan beberapa daerah lainnya yang juga diberikan sangsi sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku.
Bentuk penyelewengan ini sangat bertolak belakang dari tujuannya itu sendiri sehingga dengan adanya penyimpangan ini tentunya akan diberikan sangsi dan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku kepada para oknum penyalahgunaan anggaran tersebut. Sebab hal ini merupakan praktik korupsi dalam skala kecil yang akan berimbas pada masa depan bangsa dan negara terkhusus untuk masalah pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Penulis: Nardi Maruapey
Mahasiswa Universitas Darussalam Ambon | Kader HMI Cabang Ambon | Wasekum PA Badko HMI Mal-Malut.
Sumber: NalarPolitik.com