Struktur Organisasi Kerajaan Bima

Header Menu

Cari Berita

Iklan Media



Struktur Organisasi Kerajaan Bima

Sabtu, Februari 13, 2021

Foto: Asih Mbojo Bima (Sumber: Alan Malingi)

Sejarah Bima, Potretntb.com - Sebagai sebuah kerajaan yang memiliki peran besar di Sumbawa timur, kerajaan Bima memiliki struktur organisasi yang lengkap. Sebelum menjadi kesultanan, kerajaan Bima ditopang oleh dua lembaga yang cukup kuat pengaruh dan eksistensinya. Dua lembaga itu adalah Sara Tua dan Sara Sara. 

Lembaga Sara Tua atau disebut juga Majelis Hadat adalah lembaga Legislatif sekaligus yudikatif. Lembaga ini berperan dalam memberikan masukan kepada Raja dan memutus perkara hukum adat. Bahkan lembaga ini memberikan pertimbangan untuk pengangkatan dan pemberhentian Raja' Sultan. Sara Tua dipimpin oleh Bumi Luma Rasanae dan wakilnya adalah Bumi Luma Bolo. Di bawah dua Bumi Luma terdapat Bumi Na e yang berjumlah 12 orang dan tersebar di seluruh kejenelian( kecamatan sekarang). Di bawah Bumi Na'e ada Mbangi Na'e sebagai penghubung, Bata Nggampo(Kepala Pesuruh) dan Bata( Pesuruh). 

Lembaga Sara Sara atau disebut juga Majelis Tureli dipimpin oleh Tureli Nggampo atau Ruma Bicara( Perdana Menteri). Majelis ini terdiri dari 6 Tureli atau Menteri. Di bawahnya ada Jeneli. Dalam menjalankan tugasnya, Jeneli dibantu oleh seorang Tonda Jeneli sebagai Ondo atau Onderdistrik. Dibawah Jeneli ada Kepala Desa atau Gelarang. 

Di era kesultanan, maka dilakukan penambahan lembaga yang disebut Sara Hukum atau Majelis Agama. Lembaga ini dibentuk oleh Sultan Bima ke 2 Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682). Sara Hukum dipimpin pleh seorang Qodi(Imam). Dibawahnya terdapat empat khatib atau dikenal dengan Khatib Upan yaitu Khatib Tua, Khatib Karoto, Khatib Lawili dan Khatib To i. Di bawah khatib ada Lebe Nae di tingkat kecamatan dan Cepe Lebe di tingkat desa. Pada masa Sultan Ibrahim( 1881-1915) Sara Hukum dirubah dengan Mahkamatus Syar'iah dimana disamping peran Imam Dan Khatib, ditambah juga fungsi penghulu dan Lebe Dalam.

Tiga lembaga itu berjalan dengan baik, seiring dan sejalan. Perkara hukum adat ditangani oleh Lembaga Sara Tua. Perkara yang berkaitan dengan hukum islam dilaksanakan oleh Majelis Agama atau Sara Hukum. Di Tingkat kerajaan, Bumi Luma Rasanae sebagai majelis Hadat selalu bergandengan dengan Sara Sara dibawah Ruma Bicara. Demikian pula dengan Imam di lembaga Majslelis Islam atau Sara Hukum. 

Di tingkat kejenelian,Bumi Na e bekerja sama dengan Jeneli dan Lebe Na'e. Di tingkat desa, para gelarang bekerja sama dengan Bata Nggampo, Bata dan Cepe Lebe. 

Posisi Raja atau Sultan berada di atas ketiga lembaga tersebut. Raja/ Sultan digambarkan sebagaimana seluruh tubuh burung Garuda kembar berwarna biru tua yang berarti setia menerbangkan seluruh perangkat kerajaannya menuju pantai idaman yaitu kesejahteraan dan keselamatan bagi rakyat dan negeri.

Penulis: Alan Malingi