Nusa Tenggars Barat, Potretntb.com - Festival Olahraga Nasional (Fornas) VIII 2025 saat ini tengah berlangsung. Fornas dimulai sejak 26 Juli hingga 1 Agustus mendatang. Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi pilihan tempat, lokasi Fornas VIII ini digelar.
Dalam menentukan lokasi event nasional seperti ini, tidak sembarangan atau ansal tunjuk daerah mana yang akan menjadi tuan rumah. Melainkan ada faktor-faktor tertentu yang menjadi dasar penentuan lokasi.
Faktor pertama adalah kesiapan daerah itu sendiri. Berbicara tentang kesiapan, tentu berbicara tentang kemauan pemerintah daerah dalam memfasilitasi Fornas hingga sukses terselenggara. Karenanya, pemerintah daerah harus bekerja keras untuk membenahi fasilitas olahraga, serta mempersiapkan sarana dan prasara pendukung lainnya.
Berangkat dari itu, muncullah pertanyaan. Kenapa pemerintah daerah dan Gubernur sebagai pimpinan tertinggi di daerah bersedia untuk mensupport dan mensukseskan Fornas? Jawabannya, tentu karena sang Gubernur juga memiliki kalkulasi tersendiri yang akan menguntungkan daerahnya. Selain untuk mengharumkan nama NTB di kancah nasional, alasan utamanya adalah kepentingan ekonomis. Pasalnya, setiap daerah yang dikunjungi banyak orang pasti memiliki efek domino secara ekonomi.
Coba dibayangkan, Fornas ini diikuti oleh 38 kontingen dari seluruh provinsi se Indonesia. Terdiri dari 12.387 penggiat pertandingan, 3.870 perangkat pertandingan dan offisial, 74 Induk Organisasi Olahraga (Inorga). 13 Inorga ekshibisi, serta 3 Inorga undangan khusus dari Gubernur NTB. Belum lagi ditambah unsur kepanitiaan nasional dan lokal.
Dari itu, tak heran jika prediksi perputaran uang mencapai Rp 800 Miliar selama Fornas berlangsung. Inilah yang menjadi kalkulasi Gubernur, sehingga event nasional seperti Fornas penting untuk digelar di daerahnya.
Faktor kedua adalah, NTB saat ini memiliki daya tarik tersendiri di mata orang lain. Termasuk di mata panitia Fornas dan para pencinta olahraga.
Sebab, NTB saat ini tengah menghipnotis banyak orang luar sehingga berkeninginan menginjak kakinya di daerah yang memiliki julukan Bumi Gora itu. Secara pribadi, penulis yakin jika para tamu tidak hanya bersemangat untuk mengikuti dan menyaksikan Fornas. Melainkan memiliki planing lain selama di NTB. Yakni mengunjungi berbagai tempat wisata, dan menikmati keindahan alam yang ada di NTB.
Hal itu tentu berdampak pada dunia usaha. Perhotelan, villa-villa, transportasi hingga Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada.
Di sisi lain, bagi NTB Fornas ini juga dapat dikatakan sebagai ajang pemanasan. Sebab, NTB juga sudah ditetapkan sebagai lokasi penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2028. Event yang digelar empat tahun sekali ini, tentu akan lebih besar dari Fornas yang saat ini tengah berlangsung.
Bayangkan, jika putaran uang pada ajang Fornas mencapai Rp 800 Miliar, bagaimana dengan PON yang skala eventnya lebih besar. Putaran uangnya pun pasti akan lebih besar.
Masyarakat NTB harus bangga dengan hal ini. Masyarakat harus memberikan dukungan moril kepada pemerintah daerah. Sebab, sejatinya kekuatan pemerintah terletak pada masyarakatnya.
Jika dalam sebuah event terjadi plus minus, itu merupakan hal yang lumrah. Terlebih pada event besar seperti Fornas. Panitia Fornas maupun pemerintah daerah pasti memiliki niat yang baik. Mereka berupaya maksimal untuk menyukseskan event positif yang bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan minat dan prestasi olahraga masyarakat. Namun juga untuk semakin memperkenalkan budaya lokal NTB, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Dalam Fornas ini, seluruh Inorga ikut serta melombakan bidang olahraganya masing-masing. Termasuk Persatuan Binaraga dan Fisik Indonesia (Perbafi). Ada yang menggap, bahwa pakaian yang digunakan atlet Perbafi cukup terbuka. Hal ini menimbulkan pro kontra dikalangan masyarakat. Banyak yang mengkritik, tapi tidak sedikit pula yang membela.
Ketika kita berbicara pakaian yang cukup terbuka, sebenarnya hal itu menjadi sesuatu yang lumrah dalam dunia olahraga. Lihat saja olahraga voli pantai ataupun renang. Pakaian atletnya juga cukup terbuka.
Begitupun dengan ramainya wisatawan asing yang berdatangan ke NTB. Mereka di pantai juga mengenakan pakaian yang terbuka. Bahkan lebih vulgar dari pakaian yang digunakan atlet olahraga. Tapi situasi tersebut tidak pernah memicu perdebatan, kritik dan reaksi emosional secara berlebihan.
Oleh karenanya, mari kita sudahi segala perdebatan yang ada. Mari kita bangun NTB secara bersama-sama. Menjadikan NTB sebagai daerah yang terbuka bagi siapapun.
Menerima kemajuan peradaban tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya lokal, adalah ciri-ciri masyarakat maju. NTB saat ini merupakan daerah yang dilirik banyak orang. Ini peluang besar untuk mewujudkan NTB makmur dan mendunia.
Penulis: Sabolah Al Kalamby (Aktivis nasional asal Lombok - NTB).